Pemetaan Beragam tentang
Periodisasi Sastra Indonesia
Periodisasi Sastra Indonesia selama
ini telah dipetakan sangat beragam oleh ahli sastra
Indonesia. HB. Jassin, misalnya,
membagi periodisasi sastra menjadi dua, yakni (a)
Sastra Melayu Lama, dan (b) Sastra
Indonesia Modern, yang meliputi (1) Angkatan 20,
(2) Angkatan 33 atau Pujangga
Baru; dan (3) Angkatan 45. Sementara itu Boejoeng Saleh
membagi periodisasi sejarah sastra
Indonesia menjadi 4: (1.) Sebelum tahun 20-an, (2).
Antara tahun 1920 – 1933; (3).
1933 – Mei 1942, dan (4). Mei 1942 hingga kini (1956).
Sedangkan Nugroho Notosusanto
membagi PSI menjadi 2: (a) Sastra Melayu Lama, (b)
Sastra Indonesia Modern. Sastra
modern ini dibagi menjadi 2: (1) masa Kebangkitan
(1920-1945): yang dibagi lagi
menjadi: periode 1920, Periode 1933, dan Periode 1942
dan (2) Masa Perkembangan
(1945-sampai tahun 60-an), yang meliputi: periode ’45 dan
periode ’50. lain lagi dengan
Bakri Siregar. Dia membagi periodisasi sejarah sastra
Indonesia menjadi 4 yaitu (1)
Periode Pertama sejak masa abad 20 sampai 1942, (2)
Periode Kedua 1942 – 1945, (3)
Periode Ketiga 1945 – 1950, dan (3) Periode Keempat
1950 – skrg (1964). Ajip Rosidi
membagi periosisasi sejarah Indonesia menjadi 2
kelopok besar, yaitu (1) Masa
Kelahiran dan Masa Penjadian (1900 – 1945), yang
meliputi (a). Periode awal 1933;
(b). Periode 1933 – 1942, dan (c). Periode 1942 – 1945,
dan (2) Masa Perkembangan (1945 –
1969), yang meliputi (a) Periode 1945 – 1953, (b)
Periode 1953 – 1961, dan (c).
Periode 1961 – 1969. Sedangkan A. Teeuw, menunjuk
angkatan tahun 1920 sebagai
lahirnya kesusastraan Indonesia modern. Menurut Teeuw
para pemuda saat itu untuk pertama
kalinya menyatakan perasaan dan ide yang pada
pokoknya menyimpang dari
bentuk-bentuk sastra Melayu, Jawa, dan sastra lainnya yang
lebih tua. Sementara Ajip Rosidi
menunjuk tahun tersebut karena pada saat itu para
pemuda Indonesia (Yamin, Hatta,
dll) mengumumkan sajak-sajak mereka yang bercorak.
1. Periodisasi Sastra
Indonesia Menurut HB. Jassin
o Berikut ini adalah
periodisasi sastra menurut HB. Jassin:
§ Sastra Melayu Lama
§ Sastra Indonesia Modern
§ Angkatan Balai Pustaka
§ Angkatan Pujangga Baru
§ Angkatan ’45
§ Angkatan ‘66
2. Sastra Melayu Lama
o Contoh sastra pada
masa Sastra Melayu Lama:
§ Dongeng tentang arwah, hantu/setan, keajaiban alam,
binatang jadi-jadian, dsb.
§ Berbagai macam hikayat seperti; Hikayat Mahabharata,
Hikayat Ramayana, Hikayat Sang Boma.
§ Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingai oleh Hamzah
Fansuri.
§ Gurindam Dua Belas dan Syair Abdul Muluk oleh Raja Ali
Haji
3. Angkatan Balai
Pustaka
o Balai Pustaka
merupakan titik tolak kesustraan Indonesia.
o Ciri-ciri Angkatan
Balai Pustaka adalah:
§ Menggunakan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh
bahasa Melayu
§ Persoalan yang diangkat persoalan adat kedaerahan dan
kawin paksa
§ Dipengaruhi kehidupan tradisi sastra daerah/lokal
§ Cerita yang diangkat seputar romantisme.
o Angkatan Balai
Pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat. Balai Pustaka berhak mengubah
naskah apabila dipandang perlu.
o Contoh hasil sastra
yang mengalami pen-sensoran adalah Salah Asuhan oleh Abdul Muis yang diubah
bagian akhirnya dan Belenggu karya Armyn Pane yang ditolak oleh Balai Pustaka
karena tidak boleh diubah.
4. Angkatan Balai
Pustaka
o Contoh sastra pada
masa Angkatan Balai Pustaka:
§ Roman
§ Azab dan Sengsara (Merari Siregar)
§ Sitti Nurbaya (Marah Rusli)
§ Muda Teruna (M. Kasim)
§ Salah Pilih (Nur St. Iskandar)
§ Dua Sejoli (M. Jassin, dkk.)
§ Kumpulan Puisi
§ Percikan Permenungan (Rustam Effendi)
§ Puspa Aneka (Yogi)
5. Angkatan ‘45
o Angkatan ’45 lahir
dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan
fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
o Ciri-ciri Angkatan
’45 adalah:
§ Terbuka
§ Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
§ Corak isi lebih realis, naturalis
§ Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan
kritis
§ Penghematan kata dalam karya
§ Ekspresif
§ Sinisme dan sarkasme
§ Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
Chairil
Anwar , sastrawan Angkatan ‘45
6. Angkatan ‘45
o Contoh sastra pada
masa Angkatan ’45:
§ Tiga Menguak Takdir (Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai
Apin)
§ Deru Campur Debu (Chairil Anwar)
§ Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus
(Chairil Anwar)
§ Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)
§ Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo)
§ Tandus (S. Rukiah)
§ Puntung Berasap (Usmar Ismail)
§ Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)
§ Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
§ Dalam Sajak (Sitor Situmorang)
§ Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi Kartakusumah)
7. Angkatan ‘66
o Angkatan ’66 ditandai
dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol
pada angkatan ini.
o Banyak karya sastra
pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, seperti munculnya karya
sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lainnya.
o Ciri-ciri sastra pada
masa Angkatan ’66 adalah:
§ Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti
kezaliman dan kebatilan
§ Bercorak membela keadilan
§ Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
§ Berontak
§ Pembelaan terhadap Pancasila
§ Protes sosial dan politik
8. Angkatan ‘66
o Contoh sastra pada
masa Angkatan ’66 adalah:
§ Putu Wijaya
§ Pabrik
§ Telegram
§ Stasiun
§ Iwan Simatupang
§ Ziarah
§ Kering
§ Merahnya Merah
§ Djamil Suherman
§ Sarip Tambak-Oso
§ Perjalanan ke Akhirat
9. ANGKATAN PUJANGGA
BARU
10. Angkatan Pujangga Baru
o Angkatan Pujangga
Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap
karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
o Sastra Pujangga Baru
adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi
"bapak" sastra modern Indonesia.
11. Angkatan Pujangga Baru
o Angkatan Pujangga
Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28
Oktober 1928.
o Ikrar Sumpah Pemuda
1928:
§ Pertama Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe
bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
§ Kedoea Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe
berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
§ Ketiga Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng
bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
o Melihat latar
belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga
Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu
bahasa yaitu bahasa Indonesia.
12. Angkatan Pujangga Baru
o Pada masa ini, terbit
pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan
Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane.
o Pada masa Angkatan
Pujangga Baru, ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu:
§ Kelompok “Seni untuk Seni”
§ Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat”
13. Angkatan Pujangga Baru
o Ciri-ciri sastra pada
masa Angkatan Pujangga Baru antara lain sbb:
§ Sudah menggunakan bahasa Indonesia
§ Menceritakan kehidupan masyarakat kota, persoalan
intelektual, emansipasi (struktur cerita/konflik sudah berkembang)
§ Pengaruh barat mulai masuk dan berupaya melahirkan
budaya nasional
§ Menonjolkan nasionalisme, romantisme, individualisme,
intelektualisme, dan materialisme.
14. Angkatan Pujangga Baru
o Salah satu karya
sastra terkenal dari Angkatan Pujangga Baru adalah Layar Terkembang karangan
Sutan Takdir Alisjahbana.
o Layar Terkembang
merupakan kisah roman antara 3 muda-mudi; Yusuf, Maria, dan Tuti.
§ Yusuf adalah seseorang mahasiswa kedokteran tingkat
akhir yang menghargai wanita.
§ Maria adalah seorang mahasiswi periang, senang akan
pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian.
§ Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang
berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan
wanita.
15. Angkatan Pujangga Baru
o Dalam kisah Layar
Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana ingin menyampaikan beberapa hal yaitu:
§ Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga
dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di
masyarakat.
§ Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan
dengan mencari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian
mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa kesepian atau demi
status budaya sosial.
16. Angkatan Pujangga Baru
o Selain Layar
Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana juga membuat sebuah puisi yang berjudul
“Menuju ke Laut”.
o Puisi “Menuju ke
Laut” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan laut untuk mengungkapkan h
ubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
o Ada pula seorang
sastrawan Pujangga Baru lainnya, Sanusi Pane yang menggunakan laut sebagai
sarana untuk mengungkapkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
o Karya Sanusi Pane ini
tertuang dalam bentuk puisi yang berjudul “ Dalam Gelombang”.
Sanusi
Pane , pengarang puisi “ Dalam Gelombang”
17. Angkatan Pujangga Baru
o Ditinjau dari segi
struktural, ada persamaan struktur antara puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan
Sanusi Pane yaitu pengulangan bait pertama pada bait terakhir.
o Sementara itu,
ditinjau dari segi isi, tampak ada perbedaan penggambaran laut dalam puisi
Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane.
o Jika Sutan Takdir
Alisjahbana menggambarkan laut sebagai sebuah medan perjuangan, Sanusi Pane
menggambarkan laut sebagai suatu tempat yang penuh ketenangan.
18. Angkatan Pujangga Baru
o Kami telah meninggalkan
engkau,
o Tasik yang tenang
tiada beriak,
o diteduhi gunung yang
rimbun,
o dari angin dan topan.
o Sebab sekali kami
terbangun,
o dari mimpi yang
nikmat.
o Ombak riak
berkejar-kejaran
o di gelanggang biru di
tepi langit.
Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan
angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun Alun
membawa bidukku perlahan Dalam kesunyian malam waktu Tidak berpawang tidak
berkawan Entah kemana aku tak tahu Menuju ke Laut Oleh Sutan Takdir Alisjahbana
Dibawa Gelombang Oleh Sanusi Pane
19. Angkatan Pujangga Baru
o Amir Hamzah diberi
gelar sebagai “Raja Penyair” karena mampu menjembatani tradisi puisi Melayu
yang ketat dengan bahasa Indonesia yang sedang berkembang. Dengan susah payah
dan tak selalu berhasil, dia cukup berhasil menarik keluar puisi Melayu dari
puri-puri Istana Melayu menuju ruang baru yang lebih terbuka yaitu bahasa
Indonesia, yang menjadi alasdasar dari Indonesia yang sedang dibayangkan
bersama.
Dalam
sejarah sastra Indonesia, karya sastra bisa dibagi berdasarkan periodisasinya.
Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas masanya, biasanya
berupa dekade-dekade. Pada dekade-dekade tertentu dikenall angkatan-angkatan
kesusastraan, misalnya Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan
’45, Angkatan ‘66 dan Angkatan 2000.
Dimulai
dari masa Balai Pustaka, sejarah kesusastraan Indonesia bisa dirinci atau
dilakukan periodisasi berikut ini:
1.
Angkatan Balai Pustaka (Dekade 20-an)
2.
Angkatan Pujangga Baru (Dekade 30-an)
3.
Kesusastraan Masa Jepang
4.
Angkatan ‘45
5.
Sastra Dekade 50-an
6.
Sastra Angkatan ’66 (Generasi Manifes Kebudayaan)
7.
Sastra Dekade 70-an s.d. 80-an /Angkatan 80-an
8.
Sastra Mutakhir/Terkini
TOKOH
Sejumlah tokoh dan karyanya dalam angkatan balai pustaka, yaitu:
1. Abdul Muis
Abdul muis (lahir di solok, Sumatra barat, tahun 1886,
meninggal di bandung 17 juli 1959), Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia
(sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia),
Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad yang
didirikan pada tahun 1916 oleh pemerintah penjajahan Belanda. Ia dimakamkan di
TMP Cikutra – Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden
RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).
2. Marah rusli
Marah Rusli, sang sastrawan itu, bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar.
Ia dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sultan Abu Bakar,
adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai
demang. Marah Rusli mengawini gadis Sunda kelahiran Bogor pada tahun 1911.
Mereka dikaruniai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan.
Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan
oleh orang tua Marah Rusli, tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, dan ia
tetap mempertahankan perkawinannya.
Meski lebih terkenal sebagai sastrawan,
Marah Rusli sebenarnya adalah dokter hewan. Berbeda dengan Taufiq Ismail dan
Asrul Sani yang memang benar-benar meninggalkan profesinya sebagai dokter hewan
karena memilih menjadi penyair, Marah Rusli tetap menekuni profesinya sebagai
dokter hewan hingga pensiun pada tahun 1952 dengan jabatan terakhir Dokter
Hewan Kepala. Kesukaan Marah Rusli terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia
masih kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba,
tukang dongeng di Sumatera Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya,
dan membaca buku-buku sastra. Marah Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari
1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat. Dalam sejarah sastra
Indonesia, Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan diberi
gelar oleh H.B. Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum muncul
bentuk roman di Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.
3. Merari Siregar
Merari Siregar (lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896 dan
wafat di Kalianget, Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941) adalah sastrawan
Indonesia angkatan Balai Pustaka.
Setelah lulus sekolah
Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di Medan. Kemudian dia pindah ke
Jakarta dan bekerja di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo). Terakhir pengarang ini pindah ke Kalianget, Madura, tempat ia
bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya.
Karya-karyanya yang terkenal adalah
Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1
4. Nur Sutan Iskandar
Nur Sutan Iskandar (Sungai Batang, Sumatera Barat, 3 November 1893 –
Jakarta, 28 November 1975) adalah sastrawan Angkatan Balai Pustaka.
Nur Sutan Iskandar
memiliki nama asli Muhammad Nur. Seperti umumnya lelaki Minangkabau lainnya
Muhammad Nur mendapat gelar ketika menikah. Gelar Sutan Iskandar yang diperolehnya
kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad Nur pun lebih dikenal
sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.
Setelah menamatkan
sekolah rakyat pada tahun 1909 Nur Sutan Iskandar bekerja sebagai guru bantu.
Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta. Di sana ia bekerja di Balai Pustaka,
pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai
Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi Kepala
Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-1945.
Nur Sutan Iskandar
tercatat sebagai sastrawan terproduktif di angkatannya. Selain mengarang karya
asli ia juga menyadur dan menerjemahkan buku-buku karya pengarang asing seperti
Alexandre Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan Doyle. Karya-karyanya yang terkenal
antara lain :
>Apa Dayaku karena Aku Perempuan
(Jakarta: Balai Pustaka, 1923)
5. Tulis Sutan Sati
Tulis Sutan Sati (Bukittinggi, Sumatra
Barat, 1898 – 1942) adalah penyair dan sastrawan Indonesia Angkatan Balai
Pustaka. Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
Tak Disangka (1923)
Sengsara Membawa Nikmat (1928)
7. Suman Hasibuan
Suman Hasibuan (lahir di Bengkalis,
Riau, 4 April 1904 – wafat di Pekanbaru, Riau, 8 Mei 1999 pada umur 95 tahun)
adalah sastrawan Indonesia. Hasil karya dari Suman Hasibuan antara lain adalah
“Mencari Pencuri Anak Perawan”, “Kawan Bergelut” (kumpulan cerpen), “Tebusan
Darah”, “Kasih Tak Terlerai”, dan “Percobaan Setia”. Ia digolongkan sebagai
sastrawan dari Angkatan Balai Pustaka. Karya-karyanya yang terkenal antara lain
:
“Pertjobaan Setia” (1940)
“Mentjari Pentjuri Anak Perawan” (1932)
8. Adinegoro
Dua buah
novel Adinegoro yang terkenal (keduanya dibuat pada tahun 1928), yang membuat
namanya sejajar dengan nama-nama novelis besar Indonesia lainnya, adalah Asmara
Jaya dan Darah Muda. Ajip Rosidi dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia
(1982), mengatakan bahwa Adinegoro merupakan pengarang Indonesia yang berani
melangkah lebih jauh menentang adat kuno yang berlaku dalam perkawinan. Dalam
kedua romannya Adinegoro bukan hanya menentang adat kuno tersebut, melainkan
juga dengan berani memenangkan pihak kaum muda yang menentang adat kuno itu
yang dijalankan oleh pihak kaum tua.
ANGKATAN PUJANGGA BARU
1.
Sutan Takdir Alisjahbana
Orang
besar ini dilahirkan di Natal (Tapanuli)
pada 11-02-1908. Setelah menamatkan HIS di
Bengkulu ia memasuki Kweekschool di
Bukitinggi dan kemudian HKS di Bandung.
Setelah itu ia belajar untuk
Hoof Dacte di Jakarta dan juga belajar pada
Sekolah Hakim Tinggi. Selain itu belajar pula tentang filsafat dan kebudayaan
pada Fakultas sastra. Pendidikan yang beraneka
ragam yang pernah dialaminya serta cita-cita
dan keinginan yang keras itu, menyebabkan
keahlian yang bermacam-macam pula pada dirinya.
Karangannya mempunyai bahasa yang sederhana
tetapi tepat. Karya-karyanya antara lain:
a. Tak Putus
Dirundung Malang (roman, 1929)
b. Dian Tak
Kunjung Padam (roman, 1932)
c. Anak Perawan
Disarang Penyamun (roman, 1941)
d. Layar
Terkembang (roman tendenz, 1936)
2. Amir Hamzah
Amir Hamzah yang
bergelar Pangeran Indera Putra, lahir pada
28-2-1911 di Tanjungpura (Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946.
Ia keturunan bangsawan, kemenakan dan menantu Sultan Langkat, serta hidup
ditengah-tengah keluarga yang taat beragama Islam. Ia mengunjungi HIS di
Tanjungpura, Mulo di Medan, dan Jakarta AMS, AI (bagian Sastra Timur) di Solo.
Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai kandidat. Amir Hamzah lebih
banyak mengubah puisi sehingga mendapat sebutan “Raja Penyair” Pujangga Baru.
Karya-karyanya antara lain:
>Nyanyi Sunyi (kumpulan
sajak, 1937)
->Buah Rindu (kumpulan
sajak, 1941)
3.
Sanusi Pane
Sanusi
Pane lahir di Muara Sipongi, 14-11-1905.
Ia mengunjungi SR di Padang Sidempuan,
Sibolga, dan Tanjungbalai, kemudian HIS
Adabiyah di Padang, dan melanjutkan pelajarannya
ke Mulo Padang dan Jakarta, serta
pendidikannya pada Kweekschool Gunung Sahari
Jakarata pada tahun 1925. Pada tahun
1928, ia pergi ke India untuk memperdalam pengetahuannya
tentang kebudayaan India. Sekembalinya dari India ia memimpin majalah Timbul.
Di samping sebagai guru pada Perguruan Jakarta, ia menjabat pemimpin surat
kabar Kebangunan dan kepala pengarang Balai Pustaka sampai tahun 1941. Pada
jaman pendududkan Jepang menjadi pegawai tinggi Pusat Kebudayaan Jakarta dan
kemudian bekerja pada Jawatan Pendidikan Masyarakat di Jakarta. Karya-karyanya
antara lain:
a.
Pancaran Cinta (kumpulan prosa lirik, 1926)
4. Muhamad Yamin, SH.
Prof.
Muhammad Yamin, SH. dilahirkan di
Sawahlunto, Sumbar, 23 agustus 1905. Setelah
menamatkan Volkschool, HIS dan Normaalschool, ia
mengunjungi sekolah-sekolah vak seperti sekolah
pertanian dan peternakan di Bogor. Kemudian
menamatkan AMS di Jogyakarta pada tahun 1927. Akhirnya ia memasuki Sekolah
Hakim di Jakarta hingga bergelar pada tahun
1932. Pekerjaan dan keahlian Yamin beraneka
ragam, lebih-lebih setelah Proklamasi Kemerdekaan 19’45, ia memegang
jabatan-jabatan penting dalam kenegaraan hingga akhir hayatnya (26 Oktober
1962). Ia pun tidak pernah absen dalam revolusi. Karya-karyanya antara
lain:
a. Gajah Mada (roman
sejarah, 1934)
b. Dipenogoro (roman sejarah,
1950)
c. Julius Caesar
(terjemahan dari karya Shakespeare)
5. J.E. Tatengkeng
Lahir di
Kalongan, Sangihe, 19 Oktober 1907.
Pendidikannya dimulai dari SD kemudian pindah ke HIS Tahuna.
Kemudian pindah ke Bandung, lalu ke KHS Kristen di Solo. Ia
pernah menjadi kepala NS Tahuna pada
tahun 1947. Karya-karyanya bercorak religius. Dia juga sering
melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lain Rindu Dendam
(kumpulan sajak, 1934).
6. Hamka
Hamka
adalah singkatan dari Haji Abdul Malik
Karim Amrullah. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat,
16 Februari 1908. Dia putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah, seorang
teolog Islam serta pelopor pergerakan
berhaluan Islam modern dan tokoh yang ingin
membersihkan agama Islam dari khurafat dan
bid’ah. Pendidikan Hamka hanya sampai kelas
dua SD, kemudian mengaji di langgar
dan madsrasah. Ia pernah mendapat didikan
dan bimbingan dari H.O.S Tjokroaminoto.
Prosa Hamka bernafaskan religius menurut konsepsi Islam. Ia
pujangga Islam yang produktif. Karyanya antara lain:
a.
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
b.
Di Dalam Lembah kehidupan (kumpulan cerpen, 1941)
c.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (roman, 1939)
7. M.R. Dajoh
Marius
Ramis Dajoh lahir di Airmadidi, Minahasa,
2 November 1909. Ia berpendidikan SR, HIS
Sirmadidi, HKS Bandung, dan Normaalcursus
di Malang. Pada masa Jepang menjabatat kepala bagian sandiwara di
kantor Pusat Kebudayaan. Kemudian pindah ke Radio
Makasar. Dalam karya Prosanya sering
menggambarkan pahlawan-pahlawan yang berani, sedang dalam puisinya sering
meratapi kesengsaraan masyarakat. Karyanya antara lain:
a Pahlawan Minahasa (roman; 1935) .
8. Ipih
Ipih atau
H.R. adalah nama samaran dari Asmara
Hadi. Dia lahir di Talo, Bengkulu, tanggal
5 September 1914. Pendidikannya di HIS
Bengkulu, Mulo Jakarta, Bandung, serta Mulo Taman
Siswa Bandung. Lebih dari setahun ia
ikut dengan Ir. Soekarno di Endeh. Setelah
menjadi guru, ia menjadi wartawan dan
pernah memimpin harian Pikiran Rakyat di Bandung. Dalam karyanya
terbayang semangat gembira dengan napas kebangsaan dan perjuangan.
Karya-karyanya antara lain:
a.
Di Dalam Lingkungan Kawat Berduri (catatan, 1941)
b.
Sajak-sajak dalam majalah
9. Armijn Pane
Armijn
Pane adalah adik dari Sanusi Pane.
Lahir di Muarasipongi, Tapanuli Selatan, 18
Agustus 1908. Ia berpendidikan HIS, ELS,
Stofia Jakarta pada tahun 1923, dan pindah ke Nias,
Surabaya, dan menamatkan di Solo. Kemudian menjadi guru bahasa dan
sejarah di Kediri dan Jakarta serta
pada tahun 1936 bekerja di Balai
Pustaka. Pada masa pendudukan Jepang menjadi
Kepala Bagian Kesusastraan di Kantor Pusat
Kebudayaan Jakarta, serta memimpin majalah Kebudayaan Timur. Karyanya
antara lain:
g.
Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A
Kartini, 1938)
10. Rustam Effendi
Lahir di
Padang, 18 Mei 1905. Dia aktif dalam
bidang politik serta pernah menjadi anggota
Majelis Perwakilan Belanda sebagai utusan
Partai Komunis. Dalam karyanya banyak dipengaruhi oleh bahasa
daerahnya, juga sering mencari istilah-istilah dari Bahasa Arab dan Sansakerta.
Karyanya antara lain:
a. Percikan Permenungan
(kumpulan sajak, 1922)
Bebasari (sandiwara bersajak, 1922)
11.
A. Hasjmy
A. Hasjmy nama
sebenarnya adalah Muhammad Ali Hasjmy. Lahir di Seulimeun, Aceh, 28 Maret 1912.
Ia berpendidikan SR dan Madrasah Pendidkan Islam. Pada tahun 1936 menjadi guru
di Perguruan Islam Seulimeun. Karya-karyanya antara lain:
a. Seorang Pengembara
(kumpulan sajak, 1936)
b. Dewan Sajak (kumpulan
sajak, 1940)
12. Imam Supardi
Karya-karyanya antara lain:
a. ->Kintamani (roman)
b. Wishnu Wardhana
(drama, 1937)
Sastrawan dan penyair
lainnya dari angkatan Pujangga Baru:
13. Mozasa, singkatan dari Mohamad
Zain Saidi
14. Yogi, nama samaran A. Rivai,
kumpulan sajaknya Puspa Aneka
15. A.M. DG. Myala, nama
sebenarnya A.M Tahir
16. Intojo alias Rhamedin Or Mandank