Translate

Senin, 26 Mei 2014

KATEGORI SASTRA DAN TOKOH PELOPOR SASTRA INDONESIA

Pemetaan Beragam tentang Periodisasi Sastra Indonesia

          Periodisasi Sastra Indonesia selama ini telah dipetakan sangat beragam oleh ahli sastra
Indonesia. HB. Jassin, misalnya, membagi periodisasi sastra menjadi dua, yakni (a)
Sastra Melayu Lama, dan (b) Sastra Indonesia Modern, yang meliputi (1) Angkatan 20,
(2) Angkatan 33 atau Pujangga Baru; dan (3) Angkatan 45. Sementara itu Boejoeng Saleh
membagi periodisasi sejarah sastra Indonesia menjadi 4: (1.) Sebelum tahun 20-an, (2).
Antara tahun 1920 – 1933; (3). 1933 – Mei 1942, dan (4). Mei 1942 hingga kini (1956).
Sedangkan Nugroho Notosusanto membagi PSI menjadi 2: (a) Sastra Melayu Lama, (b)
Sastra Indonesia Modern. Sastra modern ini dibagi menjadi 2: (1) masa Kebangkitan
(1920-1945): yang dibagi lagi menjadi: periode 1920, Periode 1933, dan Periode 1942
dan (2) Masa Perkembangan (1945-sampai tahun 60-an), yang meliputi: periode ’45 dan
periode ’50. lain lagi dengan Bakri Siregar. Dia membagi periodisasi sejarah sastra
Indonesia menjadi 4 yaitu (1) Periode Pertama sejak masa abad 20 sampai 1942, (2)
Periode Kedua 1942 – 1945, (3) Periode Ketiga 1945 – 1950, dan (3) Periode Keempat
1950 – skrg (1964). Ajip Rosidi membagi periosisasi sejarah Indonesia menjadi 2
kelopok besar, yaitu (1) Masa Kelahiran dan Masa Penjadian (1900 – 1945), yang
meliputi (a). Periode awal 1933; (b). Periode 1933 – 1942, dan (c). Periode 1942 – 1945,
dan (2) Masa Perkembangan (1945 – 1969), yang meliputi (a) Periode 1945 – 1953, (b)
Periode 1953 – 1961, dan (c). Periode 1961 – 1969. Sedangkan A. Teeuw, menunjuk
angkatan tahun 1920 sebagai lahirnya kesusastraan Indonesia modern. Menurut Teeuw
para pemuda saat itu untuk pertama kalinya menyatakan perasaan dan ide yang pada
pokoknya menyimpang dari bentuk-bentuk sastra Melayu, Jawa, dan sastra lainnya yang
lebih tua. Sementara Ajip Rosidi menunjuk tahun tersebut karena pada saat itu para
pemuda Indonesia (Yamin, Hatta, dll) mengumumkan sajak-sajak mereka yang bercorak.

1.      Periodisasi Sastra Indonesia Menurut HB. Jassin
o    Berikut ini adalah periodisasi sastra menurut HB. Jassin:
§  Sastra Melayu Lama
§  Sastra Indonesia Modern
§  Angkatan Balai Pustaka
§  Angkatan Pujangga Baru
§  Angkatan ’45
§  Angkatan ‘66
2.      Sastra Melayu Lama
o    Contoh sastra pada masa Sastra Melayu Lama:
§  Dongeng tentang arwah, hantu/setan, keajaiban alam, binatang jadi-jadian, dsb.
§  Berbagai macam hikayat seperti; Hikayat Mahabharata, Hikayat Ramayana, Hikayat Sang Boma.
§  Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingai oleh Hamzah Fansuri.
§  Gurindam Dua Belas dan Syair Abdul Muluk oleh Raja Ali Haji
3.      Angkatan Balai Pustaka
o    Balai Pustaka merupakan titik tolak kesustraan Indonesia.
o    Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka adalah:
§  Menggunakan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh bahasa Melayu
§  Persoalan yang diangkat persoalan adat kedaerahan dan kawin paksa
§  Dipengaruhi kehidupan tradisi sastra daerah/lokal
§  Cerita yang diangkat seputar romantisme.
o    Angkatan Balai Pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat. Balai Pustaka berhak mengubah naskah apabila dipandang perlu.
o    Contoh hasil sastra yang mengalami pen-sensoran adalah Salah Asuhan oleh Abdul Muis yang diubah bagian akhirnya dan Belenggu karya Armyn Pane yang ditolak oleh Balai Pustaka karena tidak boleh diubah.
4.      Angkatan Balai Pustaka
o    Contoh sastra pada masa Angkatan Balai Pustaka:
§  Roman
§  Azab dan Sengsara (Merari Siregar)
§  Sitti Nurbaya (Marah Rusli)
§  Muda Teruna (M. Kasim)
§  Salah Pilih (Nur St. Iskandar)
§  Dua Sejoli (M. Jassin, dkk.)
§  Kumpulan Puisi
§  Percikan Permenungan (Rustam Effendi)
§  Puspa Aneka (Yogi)
5.      Angkatan ‘45
o    Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
o    Ciri-ciri Angkatan ’45 adalah:
§  Terbuka
§  Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
§  Corak isi lebih realis, naturalis
§  Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis
§  Penghematan kata dalam karya
§  Ekspresif
§  Sinisme dan sarkasme
§  Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
Chairil Anwar , sastrawan Angkatan ‘45
6.      Angkatan ‘45
o    Contoh sastra pada masa Angkatan ’45:
§  Tiga Menguak Takdir (Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin)
§  Deru Campur Debu (Chairil Anwar)
§  Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (Chairil Anwar)
§  Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)
§  Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo)
§  Tandus (S. Rukiah)
§  Puntung Berasap (Usmar Ismail)
§  Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)
§  Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
§  Dalam Sajak (Sitor Situmorang)
§  Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi Kartakusumah)
7.      Angkatan ‘66
o    Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini.
o    Banyak karya sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, seperti munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lainnya.
o    Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
§  Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan
§  Bercorak membela keadilan
§  Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
§  Berontak
§  Pembelaan terhadap Pancasila
§  Protes sosial dan politik
8.      Angkatan ‘66
o    Contoh sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
§  Putu Wijaya
§  Pabrik
§  Telegram
§  Stasiun
§  Iwan Simatupang
§  Ziarah
§  Kering
§  Merahnya Merah
§  Djamil Suherman
§  Sarip Tambak-Oso
§  Perjalanan ke Akhirat
9.      ANGKATAN PUJANGGA BARU
10.  Angkatan Pujangga Baru
o    Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
o    Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia.
11.  Angkatan Pujangga Baru
o    Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928.
o    Ikrar Sumpah Pemuda 1928:
§  Pertama Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
§  Kedoea Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
§  Ketiga Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
o    Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
12.  Angkatan Pujangga Baru
o    Pada masa ini, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane.
o    Pada masa Angkatan Pujangga Baru, ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu:
§  Kelompok “Seni untuk Seni”
§  Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat”
13.  Angkatan Pujangga Baru
o    Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan Pujangga Baru antara lain sbb:
§  Sudah menggunakan bahasa Indonesia
§  Menceritakan kehidupan masyarakat kota, persoalan intelektual, emansipasi (struktur cerita/konflik sudah berkembang)
§  Pengaruh barat mulai masuk dan berupaya melahirkan budaya nasional
§  Menonjolkan nasionalisme, romantisme, individualisme, intelektualisme, dan materialisme.
14.  Angkatan Pujangga Baru
o    Salah satu karya sastra terkenal dari Angkatan Pujangga Baru adalah Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana.
o    Layar Terkembang merupakan kisah roman antara 3 muda-mudi; Yusuf, Maria, dan Tuti.
§  Yusuf adalah seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang menghargai wanita.
§  Maria adalah seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian.
§  Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita.
15.  Angkatan Pujangga Baru
o    Dalam kisah Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana ingin menyampaikan beberapa hal yaitu:
§  Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.
§  Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan dengan mencari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa kesepian atau demi status budaya sosial.
16.  Angkatan Pujangga Baru
o    Selain Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana juga membuat sebuah puisi yang berjudul “Menuju ke Laut”.
o    Puisi “Menuju ke Laut” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan laut untuk mengungkapkan h ubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
o    Ada pula seorang sastrawan Pujangga Baru lainnya, Sanusi Pane yang menggunakan laut sebagai sarana untuk mengungkapkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
o    Karya Sanusi Pane ini tertuang dalam bentuk puisi yang berjudul “ Dalam Gelombang”.
Sanusi Pane , pengarang puisi “ Dalam Gelombang”
17.  Angkatan Pujangga Baru
o    Ditinjau dari segi struktural, ada persamaan struktur antara puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane yaitu pengulangan bait pertama pada bait terakhir.
o    Sementara itu, ditinjau dari segi isi, tampak ada perbedaan penggambaran laut dalam puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane.
o    Jika Sutan Takdir Alisjahbana menggambarkan laut sebagai sebuah medan perjuangan, Sanusi Pane menggambarkan laut sebagai suatu tempat yang penuh ketenangan.
18.  Angkatan Pujangga Baru
o    Kami telah meninggalkan engkau,
o    Tasik yang tenang tiada beriak,
o    diteduhi gunung yang rimbun,
o    dari angin dan topan.
o    Sebab sekali kami terbangun,
o    dari mimpi yang nikmat.
o    Ombak riak berkejar-kejaran
o    di gelanggang biru di tepi langit.
 Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun Alun membawa bidukku perlahan Dalam kesunyian malam waktu Tidak berpawang tidak berkawan Entah kemana aku tak tahu Menuju ke Laut Oleh Sutan Takdir Alisjahbana Dibawa Gelombang Oleh Sanusi Pane
19.  Angkatan Pujangga Baru
o    Amir Hamzah diberi gelar sebagai “Raja Penyair” karena mampu menjembatani tradisi puisi Melayu yang ketat dengan bahasa Indonesia yang sedang berkembang. Dengan susah payah dan tak selalu berhasil, dia cukup berhasil menarik keluar puisi Melayu dari puri-puri Istana Melayu menuju ruang baru yang lebih terbuka yaitu bahasa Indonesia, yang menjadi alasdasar dari Indonesia yang sedang dibayangkan bersama.
Dalam sejarah sastra Indonesia, karya sastra bisa dibagi berdasarkan periodisasinya. Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas masanya, biasanya berupa dekade-dekade. Pada dekade-dekade tertentu dikenall angkatan-angkatan kesusastraan, misalnya Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan ’45, Angkatan ‘66 dan Angkatan 2000.
Dimulai dari masa Balai Pustaka, sejarah kesusastraan Indonesia bisa dirinci atau dilakukan periodisasi berikut ini:
1.      Angkatan Balai Pustaka (Dekade 20-an)
2.      Angkatan Pujangga Baru (Dekade 30-an)
3.      Kesusastraan Masa Jepang
4.      Angkatan ‘45
5.      Sastra Dekade 50-an
6.      Sastra Angkatan ’66 (Generasi Manifes Kebudayaan)
7.      Sastra Dekade 70-an s.d. 80-an /Angkatan 80-an
8.      Sastra Mutakhir/Terkini




TOKOH
Sejumlah tokoh dan karyanya dalam angkatan balai pustaka, yaitu:
1.     Abdul Muis
Abdul muis (lahir di solok, Sumatra barat, tahun 1886, meninggal di bandung 17 juli 1959), Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad yang didirikan pada tahun 1916 oleh pemerintah penjajahan Belanda. Ia dimakamkan di TMP Cikutra – Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).
2.     Marah rusli
Marah Rusli, sang sastrawan itu, bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar. Ia dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sultan Abu Bakar, adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai demang. Marah Rusli mengawini gadis Sunda kelahiran Bogor pada tahun 1911. Mereka dikaruniai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli, tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya.
Meski lebih terkenal sebagai sastrawan, Marah Rusli sebenarnya adalah dokter hewan. Berbeda dengan Taufiq Ismail dan Asrul Sani yang memang benar-benar meninggalkan profesinya sebagai dokter hewan karena memilih menjadi penyair, Marah Rusli tetap menekuni profesinya sebagai dokter hewan hingga pensiun pada tahun 1952 dengan jabatan terakhir Dokter Hewan Kepala. Kesukaan Marah Rusli terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia masih kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di Sumatera Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra. Marah Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.  Dalam sejarah sastra Indonesia, Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan diberi gelar oleh H.B. Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum muncul bentuk roman di Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.
3.     Merari Siregar
Merari Siregar (lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896 dan wafat di Kalianget, Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941) adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
Setelah lulus sekolah Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di Medan. Kemudian dia pindah ke Jakarta dan bekerja di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Terakhir pengarang ini pindah ke Kalianget, Madura, tempat ia bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya.
Karya-karyanya yang terkenal adalah
Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1

4.     Nur Sutan Iskandar
Nur Sutan Iskandar (Sungai Batang, Sumatera Barat, 3 November 1893 – Jakarta, 28 November 1975) adalah sastrawan Angkatan Balai Pustaka.
Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur. Seperti umumnya lelaki Minangkabau lainnya Muhammad Nur mendapat gelar ketika menikah. Gelar Sutan Iskandar yang diperolehnya kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad Nur pun lebih dikenal sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.
Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909 Nur Sutan Iskandar bekerja sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta. Di sana ia bekerja di Balai Pustaka, pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi Kepala Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-1945.
Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan terproduktif di angkatannya. Selain mengarang karya asli ia juga menyadur dan menerjemahkan buku-buku karya pengarang asing seperti Alexandre Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan Doyle. Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
     >Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)

5.     Tulis Sutan Sati
Tulis Sutan Sati (Bukittinggi, Sumatra Barat, 1898 – 1942) adalah penyair dan sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka. Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
Tak Disangka (1923)
Sengsara Membawa Nikmat (1928)

7.     Suman Hasibuan
Suman Hasibuan (lahir di Bengkalis, Riau, 4 April 1904 – wafat di Pekanbaru, Riau, 8 Mei 1999 pada umur 95 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Hasil karya dari Suman Hasibuan antara lain adalah “Mencari Pencuri Anak Perawan”, “Kawan Bergelut” (kumpulan cerpen), “Tebusan Darah”, “Kasih Tak Terlerai”, dan “Percobaan Setia”. Ia digolongkan sebagai sastrawan dari Angkatan Balai Pustaka. Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
 “Pertjobaan Setia” (1940)
 “Mentjari Pentjuri Anak Perawan” (1932)

8.     Adinegoro
Dua buah novel Adinegoro yang terkenal (keduanya dibuat pada tahun 1928), yang membuat namanya sejajar dengan nama-nama novelis besar Indonesia lainnya, adalah Asmara Jaya dan Darah Muda. Ajip Rosidi dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1982), mengatakan bahwa Adinegoro merupakan pengarang Indonesia yang berani melangkah lebih jauh menentang adat kuno yang berlaku dalam perkawinan. Dalam kedua romannya Adinegoro bukan hanya menentang adat kuno tersebut, melainkan juga dengan berani memenangkan pihak kaum muda yang menentang adat kuno itu yang dijalankan oleh pihak kaum tua.

ANGKATAN PUJANGGA BARU
1.     Sutan Takdir Alisjahbana 
Orang  besar  ini  dilahirkan  di  Natal  (Tapanuli)  pada  11-02-1908.  Setelah menamatkan  HIS  di  Bengkulu  ia  memasuki  Kweekschool  di  Bukitinggi  dan  kemudian HKS  di  Bandung.    Setelah  itu  ia  belajar  untuk  Hoof  Dacte  di  Jakarta  dan  juga  belajar pada Sekolah Hakim Tinggi. Selain itu belajar pula tentang filsafat dan kebudayaan pada Fakultas  sastra.  Pendidikan  yang  beraneka  ragam  yang  pernah  dialaminya  serta  cita-cita dan  keinginan  yang  keras  itu,  menyebabkan  keahlian  yang  bermacam-macam  pula  pada dirinya.  Karangannya  mempunyai  bahasa  yang  sederhana  tetapi  tepat.  Karya-karyanya antara lain:
a.  Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)
b.  Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)
c.  Anak Perawan Disarang Penyamun (roman, 1941)
d.  Layar Terkembang (roman tendenz, 1936)
2. Amir Hamzah 
            Amir  Hamzah  yang  bergelar  Pangeran  Indera  Putra,  lahir  pada  28-2-1911  di Tanjungpura (Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946. Ia keturunan bangsawan, kemenakan dan menantu Sultan Langkat, serta hidup ditengah-tengah keluarga  yang taat beragama Islam. Ia mengunjungi HIS di Tanjungpura, Mulo di Medan, dan Jakarta AMS, AI (bagian Sastra Timur) di Solo. Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai kandidat. Amir Hamzah lebih banyak mengubah puisi sehingga mendapat sebutan “Raja Penyair” Pujangga Baru. Karya-karyanya antara lain:
>Nyanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)
->Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)

3.     Sanusi Pane 
Sanusi  Pane  lahir  di  Muara  Sipongi,  14-11-1905.  Ia  mengunjungi  SR  di  Padang Sidempuan,  Sibolga,  dan  Tanjungbalai,  kemudian  HIS  Adabiyah  di  Padang,  dan melanjutkan  pelajarannya  ke  Mulo  Padang  dan  Jakarta,  serta  pendidikannya  pada Kweekschool  Gunung  Sahari  Jakarata  pada  tahun  1925.  Pada  tahun  1928,  ia  pergi  ke India untuk memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan India. Sekembalinya dari India ia memimpin majalah Timbul. Di samping sebagai guru pada Perguruan Jakarta, ia menjabat pemimpin surat kabar Kebangunan dan kepala pengarang Balai Pustaka sampai tahun 1941. Pada jaman pendududkan Jepang menjadi pegawai tinggi Pusat Kebudayaan Jakarta dan kemudian bekerja pada Jawatan Pendidikan Masyarakat di Jakarta. Karya-karyanya antara lain:
a.         Pancaran Cinta (kumpulan prosa lirik, 1926)

4.     Muhamad Yamin, SH.
Prof.  Muhammad  Yamin,  SH.  dilahirkan  di  Sawahlunto,  Sumbar,  23  agustus 1905.  Setelah  menamatkan  Volkschool,  HIS  dan  Normaalschool,  ia mengunjungi sekolah-sekolah  vak  seperti  sekolah  pertanian  dan  peternakan  di  Bogor.  Kemudian menamatkan AMS di Jogyakarta pada tahun 1927. Akhirnya ia memasuki Sekolah Hakim di  Jakarta  hingga  bergelar  pada  tahun  1932.  Pekerjaan  dan  keahlian  Yamin  beraneka ragam, lebih-lebih setelah Proklamasi Kemerdekaan 19’45, ia memegang jabatan-jabatan penting dalam kenegaraan hingga akhir hayatnya (26 Oktober 1962). Ia pun tidak pernah absen dalam revolusi.  Karya-karyanya antara lain:
a.     Gajah Mada (roman sejarah, 1934)
b.    Dipenogoro (roman sejarah, 1950)
c.     Julius Caesar (terjemahan dari karya Shakespeare)
 
5.     J.E. Tatengkeng
Lahir  di  Kalongan,  Sangihe,  19  Oktober  1907.  Pendidikannya  dimulai  dari  SD kemudian pindah ke HIS Tahuna. Kemudian pindah ke Bandung, lalu ke KHS Kristen di Solo.  Ia  pernah  menjadi  kepala  NS  Tahuna  pada  tahun  1947.  Karya-karyanya  bercorak religius. Dia juga sering melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lain Rindu Dendam (kumpulan sajak, 1934).
6.  Hamka 
Hamka  adalah  singkatan  dari  Haji  Abdul  Malik  Karim  Amrullah.  Ia  lahir  di Maninjau, Sumatera Barat, 16 Februari 1908. Dia putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah, seorang  teolog  Islam  serta  pelopor  pergerakan  berhaluan  Islam  modern  dan  tokoh  yang ingin  membersihkan  agama  Islam  dari  khurafat  dan  bid’ah.  Pendidikan  Hamka  hanya sampai  kelas  dua  SD,  kemudian  mengaji  di  langgar  dan  madsrasah.  Ia  pernah  mendapat didikan  dan  bimbingan  dari  H.O.S  Tjokroaminoto.  Prosa  Hamka  bernafaskan  religius menurut konsepsi Islam. Ia pujangga Islam yang produktif.  Karyanya antara lain:
a.         Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
b.         Di Dalam Lembah kehidupan (kumpulan cerpen, 1941) 
c.         Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (roman, 1939)
  
7.     M.R. Dajoh
Marius  Ramis  Dajoh  lahir  di  Airmadidi,  Minahasa,  2  November  1909.  Ia berpendidikan  SR,  HIS  Sirmadidi,  HKS  Bandung,  dan  Normaalcursus  di  Malang.  Pada masa Jepang menjabatat kepala bagian sandiwara di kantor Pusat Kebudayaan. Kemudian pindah  ke  Radio  Makasar.  Dalam  karya  Prosanya  sering  menggambarkan  pahlawan-pahlawan yang berani, sedang dalam puisinya sering meratapi kesengsaraan masyarakat. Karyanya antara lain:
a  Pahlawan Minahasa (roman; 1935) .



8.     Ipih
Ipih  atau  H.R.  adalah  nama  samaran  dari  Asmara  Hadi.  Dia  lahir  di  Talo, Bengkulu,  tanggal  5  September  1914.  Pendidikannya  di  HIS  Bengkulu,  Mulo  Jakarta, Bandung,  serta  Mulo  Taman  Siswa  Bandung.  Lebih  dari  setahun  ia  ikut  dengan  Ir. Soekarno  di  Endeh.  Setelah  menjadi  guru,  ia  menjadi  wartawan  dan  pernah  memimpin harian Pikiran Rakyat di Bandung. Dalam karyanya terbayang semangat gembira dengan napas kebangsaan dan perjuangan. Karya-karyanya antara lain:
a.         Di Dalam Lingkungan Kawat Berduri (catatan, 1941)
b.         Sajak-sajak dalam majalah

9.     Armijn Pane
Armijn  Pane  adalah  adik  dari  Sanusi  Pane.  Lahir  di  Muarasipongi,  Tapanuli Selatan,  18  Agustus  1908.  Ia  berpendidikan  HIS,  ELS,  Stofia  Jakarta  pada  tahun  1923, dan pindah ke Nias, Surabaya, dan menamatkan di Solo. Kemudian menjadi guru bahasa dan  sejarah  di  Kediri  dan  Jakarta  serta  pada  tahun  1936  bekerja  di  Balai  Pustaka.  Pada masa  pendudukan  Jepang  menjadi  Kepala  Bagian  Kesusastraan  di  Kantor  Pusat Kebudayaan Jakarta, serta memimpin majalah Kebudayaan Timur.  Karyanya antara lain:
       g.         Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A Kartini, 1938)

10.            Rustam Effendi
Lahir  di  Padang,  18  Mei  1905.  Dia  aktif  dalam  bidang  politik  serta  pernah menjadi  anggota  Majelis  Perwakilan  Belanda  sebagai  utusan  Partai  Komunis.  Dalam karyanya banyak dipengaruhi oleh bahasa daerahnya, juga sering mencari istilah-istilah dari Bahasa Arab dan Sansakerta. Karyanya antara lain:
a.         Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1922)
       Bebasari (sandiwara bersajak, 1922)

11.            A. Hasjmy
A. Hasjmy nama sebenarnya adalah Muhammad Ali Hasjmy. Lahir di Seulimeun, Aceh, 28 Maret 1912. Ia berpendidikan SR dan Madrasah Pendidkan Islam. Pada tahun 1936 menjadi guru di Perguruan Islam Seulimeun.  Karya-karyanya antara lain:
a.         Seorang Pengembara (kumpulan sajak, 1936)
b.         Dewan Sajak (kumpulan sajak, 1940)

12.            Imam Supardi
Karya-karyanya antara lain:
a.         ->Kintamani (roman)
b.         Wishnu Wardhana (drama, 1937) 
Sastrawan dan penyair lainnya dari angkatan Pujangga Baru:
13.  Mozasa, singkatan dari Mohamad Zain Saidi
14.  Yogi, nama samaran A. Rivai, kumpulan sajaknya Puspa Aneka
15.  A.M. DG. Myala, nama sebenarnya A.M Tahir
16.  Intojo alias Rhamedin Or Mandank


Tidak ada komentar:

Posting Komentar